Suatu ketika seorang pengrajin batu berjalan di gunung yang sangat gersang dan melihat seonggok batu dengan warna coklat kusam yang telah diselimuti oleh lumut dan kenampakan luarnya relatif lapuk. Kemudian dengan sekuat tenaga sang pengrajin tersebut mengayunkan godamnya mengenai batu hingga mendapatkan batu sebesar kepala, dan mulai terlihat warna asli dari batu tersebut adalah putih.
Dibawanya batu itu ke rumahnya, dipotongnya dengan menggunakan gerinda (alat pemotong batu), hingga percikan api hasil gesekan dengan batu itu sesekali terlihat. Dihaluskannya permukaannya yang kasar dari batu tersebut dan dipoles. Siang dan malam, ia berusaha membuat sebentuk batu penghias cincin, dari warna batu yang putih dan kasar berangsur-angsur menjadi putih, mengkilap dan licin. Pengrajin tersebut tahu betul kesempurnaan bentuk sebuah batu penghias cincin, akhirnya terciptalah sebuah batu yang bernilai.
Sebenarnya alam memberikan berbagai pelajaran buat kita. Kita adalah sebongkah batu, kondisi lapuk, berlumut dan rapuh adalah kondisi kita yang tidak mampu melawan cobaan. Pukulan godam, gesekan gerinda, percikan api dan polesan amplas adalah gambaran dari cobaan yang datang untuk menempa kita. Terkadang kita menolak cobaan yang dating, tetapi sebenarnya cobaan tersebut adalah sarana dari Sang Pencipta untuk membentuk kepribadian kita sehingga kita bisa terlihat bersinar.
Sekarang mari kita pikirkan, di manakah posisi kita? Apakah kita seonggok batu yang tidak berharga? Ataukah kita seonggok batu yang sedang mengalami proses menjadi sebuah batu penghias cincin yang memiliki nilai yang mahal.
1 komentar:
hmmm,,, yang mana ya? InsyaAlloh tetap berusaha menjadi sebuah batu penghias cincin yang bernilai mahal.
thnks atas motivasinya,,, :)
salam ukhuwah
Posting Komentar